Sabtu, 24 November 2012

Cinta Tak Terucapkan


               
                “Eh Shania, bentar, tungguin napa” teriakku dari kelas, namun sepertinya Shania tidak menghiraukannya. “Ah, kayanya dia marah deh” kataku lirih, aku pun berjalan tak tau kemana. Tadi sebelum pulang aku sempat bercanda dengan Shania, tadinya sih tidak apa-apa, tapi tiba-tiba dia marah. “Mungkin aku salah ngomong” aku pun memutuskan untuk ke pohon dekat danau. Tempat biasa aku melepas kegalauan, biasanya sambil mendengarkan lagu-lagu JKT48 yang bertemakan galau.


                Sesampainya di dekat danau, aku pun langsung duduk di bawah pohon. “Ini benar-benar tempat yang enak untuk melepas kegalauan” batinku. Tak terasa 2 jam telah berlalu, hari pun mulai sore, “Sebaiknya aku bergegas pulang”. Seperti biasa, rumah dalam keadaan sepi, “Belom pada pulang, hadeh, ada makanan nggak ya ?, mandi dulu aja deh”. “Ntar kalo laper bikin mie aja lah, sekarang ngopi dulu” aku pun mulai membuat kopi dan menuju ke ruang tamu untuk menikmati secangkir kopi sambil main gitar. “Knapa nggak saya coba sms dia aja ya” lalu aku pun mengeluarkan hp dan mulai merangkai kata-kata. “Shan, kamu kenapa ?, marah ama aku ?” hanya itu saja yang ada di otak saya, “Yaudah lah gini aja” lalu aku pun mengirim sms tersebut “Lah, mana pending lagi”. Lalu aku pun memutuskan untuk bermain gitar lagi dan menyanyikan beberapa lagu, “Hari ini tidur agak cepet ah”.


                Paginya, RRRrrrrr!!! “Sapa nih, pagi-pagi udah nge-ping”, ternyata ada beberapa BBM dan SMS yang masuk, salah satunya dari Adhe, dia juga yang nge-ping tenyata, “Bang! Jangan lupa ntar sore gath”, “Lah, apaan, pagi-pagi udah ngingetin buat gath aja, nggak bakal telat saya”. Dan BBM yang lain hanyalah BC tidak penting, sebenarnya agak kecewa, dengan BBM dan SMS yang masuk, biasanya Shania udah sms pagi-pagi buat bangunin, tapi hari ini dia tidak SMS maupun BBM. Setelah selesai bersiap-siap untuk berangkat kuliah, aku pun turun ke bawah untuk sarapan, “Ma, nanti aku pulang malem, ada gath” kataku, “Ngapain si kamu ngikut gath mulu” tanya Mama, “Udahlah, kalo suka JKT48 ada temennya itu enak, kalo sendirian nggak azeeek” jawabku sambil menuju ke teras rumah, “Ma, aku berangkat dulu”. Sesampainya di kampus, aku langsung menuju ke kelas berharap segera bertemu Shania. Sesampainya di kelas, “Shania mana ?” tanyaku pada Jojo, “Nggak tau, blon berangkat kayanya”. Lalu aku mengambil tempat duduk di belakang Jojo. Tiba-tiba Shania masuk kelas tanpa melihatku, “Ah ni anak bener-bener marah ama saya kayanya”.


                Saat pulang kuliah aku coba menghampiri Shania untuk meminta maaf. “Shan, kamu kenapa ?” Shania tidak memandangku dan mulai bangkit dari tempat duduk, aku pun memegang tangan Shania, menahannya agar tidak pergi. “Kamu kenapa ?” tanyaku lagi, “Aku nggak apa-apa” jawab Shania, “Tapi kamu diem, biasanya kamu cerewet banget sama aku” tanyaku “Aku tidak apa-apa, lepaskan, aku mau pulang”. Aku pun melepaskan pegangan dan melihat Shania pergi. “Jo, Shania marah, gimana ya ?”, “Emangnya kamu apain dia ?” tanya Jojo, “Lah, lha saya ngapain, orang nggak ngapa-ngapain” jawabku. “Aku tadi lihat dia di pohon deket danau sendirian, temuin aja” kata Jojo, lalu aku bergegas menuju ke dekat danau, ku lihat Shania di sana sedang dudk sendirian sambil memandang danau. “Shan, maafin aku, maaf kalo kemarin aku salah ngomong” kataku, “Ngapain kamu di sini ?” tanya Shania, “Lha kamu ngapain ?, kalo ada apa-apa gimana ?, aku kan nggak trima kalo kamu knapa-knapa” jawabku, “Aku kenapa ?, aku nggak apa-apa, lagian siapa kamu, pacar juga bukan” jawab Shania ketus, “Ya memang aku bukan siapa-siapa kamu, tapi kan aku temanmu, aku nggak mau temanku knapa-knapa”. Sebenarnya aku sudah suka dengan Shania dari dulu pertama bertemu, namun aku tidak berani mengungkapkannya. “Shan, maafin aku kalo aku salah” kataku lagi “Kamu kelewatan kemarin becandanya” jawab Shania, “Ya maaf, orang biasanya kamu nggak apa-apa jg” lalu kita berdua pun diam, “Yaudah aku maafin, tapi jangan ulangi lagi ya, maaf jg aku tadi bilang begitu” kata Shania, “Iya Shan, makasi, nggak apa-apa, boleh aku ikut duduk ?” tanyaku, “Ya” lalu kita berdua pun menikmati sisa siang itu di bawah pohon dekat danau. Dalam hati aku berkata “Biarlah cinta ini kupendam agar aku bisa selalu dekat denganmu, aku takut jika cinta ini kukatakan kau malah akan pergi meninggalkanku”.

4 komentar: